Kebijakan Pemerintah atas Problem Minyak Goreng, Emilda Tanjung: Tidak Menyentuh Akar Persoalan

Muslimah News, NASIONAL — Pengamat kebijakan publik Emilda Tanjung, M.Si. menyatakan kebijakan Pemerintah saat ini atas problem kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng tidaklah menyentuh akar persoalan.

Hal itu ia ungkapkan dalam podcast “DMO, DPO, dan HET Minyak Goreng, Bukti Lemahnya Negara”, Jumat (4/2/2022).

“Kebijakan ini sebenarnya tidak menyentuh akar persoalan karena pangkal persoalan ini adalah penguasaan usaha kelapa sawit dan juga minyak goreng, serta berbagai produk turunannya yang berada di tangan korporasi,” jelasnya.

Menurutnya, kebijakan harga eceran tertinggi (HET) yang berlaku selama ini, baik atas minyak goreng ataupun komoditas pangan lainnya, sama sekali tidak efektif untuk menstabilkan harga dan justru menimbulkan kondisi distorsi ekonomi.

Ia juga mengingatkan, dalam implementasi kebijakan pengurusan kebutuhan rakyat, negara sama sekali tidak boleh bergantung kepada pihak mana pun, baik korporasi ataupun negara-negara asing.

Hal tersebut menurutnya terlihat dari data penguasaan lapangan usaha di sektor ini yang memang didominasi oleh korporasi-korporasi besar, sementara negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator.

“Akan tetapi, negara sebagai pembuat aturan penetapan kebijakan tidak berperan sama sekali untuk menghentikan korporatisasi dan berbagai dominasi tersebut,” ujarnya.

Kebijakan domestic market obligation (DMO) pun menurutnya hanya menunjukkan ketakberdayaan negara di hadapan korporasi yang akhirnya harga minyak goreng untuk kebutuhan rakyat tergantung pada korporasi.

“Kepentingan negara pun tersandera dalam kekuasaan korporasi ini. Seperti misalnya kita lihat bahwa ekspor yang dilakukan oleh perusahaan kelapa sawit ataupun perusahaan CPO ini ternyata menjadi pemasukan negara nomor dua selain pajak,” bebernya.

Diketahui, kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng akhirnya disolusi Pemerintah dengan dua kebijakan. Pertama, mewajibkan para eksportir crude palm oil (CPO) untuk memasok 20% volume ekspor tahunannya untuk kebutuhan dalam negeri sebagai kewajiban DMO. Kebijakan ini berlaku sejak 27/1/2022.

Kedua, berlaku sejak 1/2/2022, yakni penetapan ulang HET melalui Permendag 6/2022 untuk tiga jenis minyak goreng siap edar, yakni curah (Rp11.500/liter), kemasan sederhana (Rp13.500/liter), dan kemasan premium (Rp14.000/liter).

Kunci Pengurusan Rakyat

Ia pun menekankan, seharusnya negara menetapkan kebijakan untuk rakyat dalam rangka menjalankan kewajiban sebagaimana ketetapan Allah dan Rasul-Nya, yaitu untuk mewujudkan pengurusan yang benar dan tepat terhadap segala urusan rakyat.

“Kuncinya adalah negara harus menjalankan syariat Islam secara kafah, termasuk dalam pengurusan pangan. Mulai dari hulunya, yaitu sektor produksi; hingga pada konsumsi, yaitu bagaimana agar setiap individu rakyat mampu dan bisa mengakses bahan kebutuhan pokok mereka terkait kebutuhan minyak goreng ini,” ulasnya.

Ia juga menjelaskan, sistem Islam meniscayakan adanya peran utama negara sebagai penanggung jawab atas seluruh urusan dan kebutuhan rakyat, serta tidak bergantung pada pihak mana pun.

Ada beberapa kebijakan utama yang akan diambil oleh negara Islam. Pertama, ujarnya, mengatur kembali masalah kepemilikan harta yang sesuai Islam. Individu dan swasta tidak diperbolehkan menguasai harta milik umum.

“Seperti hutan, misalnya, yang hari ini dijadikan sebagai perkebunan milik pribadi oleh para korporasi. Apalagi kemudian hutan-hutan dibuka dengan cara-cara yang merusak sehingga dampak dari kerusakan itu diderita oleh masyarakat secara umum,” jelasnya.

Kedua, negara harus menjamin ketersediaan pasokan barang di dalam negeri, terutama mengupayakan dari produksi dalam negeri dengan mengoptimalkan para petani dan para pengusaha lokal.

“Apabila kebutuhan masih kurang, maka bisa diambil opsi impor dari luar,” ujarnya.

Ketiga, negara melakukan pengawasan terhadap rantai niaga sehingga tercipta harga kebutuhan atau barang-barang secara wajar dengan pengawasan.

“Pasar akan terjaga dari tindakan-tindakan curang, seperti penimbunan, penipuan, dan sebagainya. Pengawasan ini pun ditetapkan oleh negara dengan adanya struktur tertentu di dalam negara Islam, yakni Qadhi Hisbah,” jelasnya.

Kunci terakhir, ujarnya, adalah kembalinya fungsi politik negara yang benar sebagai penanggung jawab dan pelindung bagi rakyat, serta penerapan syariat Islam kafah. [MNews/Nvt]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *